Ayahku (Bukan) Pembohong...
Kapan terakhir kali kita memeluk ayah kita? Menatap wajahnya, lantas bilang kita sungguh sayang padanya? Kapan terakhir kali kita bercakap ringan, tertawa gelak, bercengkrama, lantas menyentuh lembut tangannya, bilang kita sungguh bangga padanya?
Inilah kisah tentang seorang anak yang dibesarkan dengan dongeng-dongeng kesederhanaan hidup. Kesederhanaan yang justru membuat ia membenci ayahnya sendiri. Inilah kisah tentang hakikat kebahagiaan sejati. Jika kalian tidak menemukan rumus itu di novel ini, tidak ada lagi cara terbaik untuk menjelaskannya.
Mulailah membaca novel ini dengan hati lapang, dan saat tiba dihalaman terakhir, berlarilah secepat mungkin menemui ayah kita, sebelum semuanya terlambat, dan kita tidak pernah sempat mengatakannya.
Dengan kesederhanaan hidup bukan berarti tidak ada kebahagiaan, kebahagiaan ada pada seberapa besar keberartian hidup kita untuk hidup orang lain dan sekitar, yap seberapa besar kita menginspirasi mereka. Kebahagiaan ada pada hati yang bersih, lapang dan bersyukur dalam setiap penerimaan.
Novel ini ditulis oleh Tere Liye, salah satu penulis favourit saya. Novel ini kaya akan pelajaran hidup terutama dalam pembentukan karakter seorang anak. Saya banyak sekali mengambil pelajaran dari novel ini terutama dalam hal kehangatan dan keharmonisan keluarga. Keluarga ideal yang menanamkan nilai-nilai akhlak dan kesederhanaan, mendidik anak dengan penuh kasih sayang dan juga ketegasan. Dengan menyisipkan begitu banyak cerita-cerita yang memotivasi dan menginspirasi. Satu hal yang perlu digaris bawahi yaitu setiap orang tua diseluruh belahan dunia ini pasti menginginkan yang terbaik untuk anaknya, hanya saja dengan menggunakan cara yang berbeda antara yang satu dan yang lainnya.
Baca novel ini, saya jadi teringat dengan sosok ayah (bapak). Satu sosok yang sangat berarti dalam perjalanan hidup saya. I love you, my father...
Komentar
Posting Komentar