Surat Dahlan..


Makian dan bentakan para tentara terdengar membelah malam. Dadaku mulai sesak. Kakiku panas. Tubuhku memberat. Sebab menoleh sambil berlari, aku tergelincir. Tubuhku meluncur deras ke arah jurang. Lenganku menabrak akar pohon. Lalu, segalanya jadi gelap.

Dikejar-kejar tentara tidak pernah ada dalam rencana Dahlan muda. Awalnya Dahlan ke Samarinda untuk menuntut ilmu. Sayang, teori tak sejalan dengan kenyataan. Dosen-dosen yang otoriter dan kondisi politik yang memanas, membuat perkuliahan tidak lancar. Belum lagi, kerinduannya yang besar terhadap kampung halaman dan orang-orang terkasih yang selalu menyesakkan dada, membuat hidup di rantau terasa semakin berat.

Dahlan pun memutuskan berhenti kuliah. Dia memilih aktif dalam kegiatan kemahasiswaan yang kemudian menyeretnya pada Peristiwa Malapetaka Lima Belas Januari-Malari. Tugu Nasional menjadi saksi keberanian dan kepedulian Dahlan serta rekan-rekannya terhadap negeri yang kacau balau kala itu. Dianggap memberontak, mereka pun menjadi buronan pemerintah. Tak disangka, dalam pelariannya, takdir mempertemukan Dahlan dengan dua cinta baru dalam hidupnya: Perempuan dari Loa Kulu dan Surat Kabar.

Novel ini ditulis oleh Khrisna Pabichara. Novel ini hadir sebagai Sekuel Novel Mega Bestseller Sepatu Dahlan. Saya suka dengan novel ini karena bahasa tulisannya mengalir dengan sederhana tapi terselip makna yang luar biasa. Ada beberapa tulisan yang sangat saya suka seperti :

"Hidup bukan rentetan kenikmatan belaka. Kadang kita butuh kegagalan untuk memahami betapa nikmatnya Keberhasilan." (Hal. 32).

"Harapan yang berlebihan selalu menjadi pintu masuk pelbagai kekecewaan." (Hal.55).

"Tuhan memang selalu punya cara untuk membahagiakan hamba-Nya." (Hal. 66).

"Kita hidup dari apa yang kita dapatkan dan kita bahagia dari apa yang kita berikan." (Hal. 84).

"Sebab bagiku, orang yang berbahagia adalah mereka yang mengemas kegagalan menjadi tangga kesuksesan." (Hal. 151).

Yang jelas sehabis membaca novel ini saya seperti mendapatkan suntikan semangat baru dan banyak cerita yang dapat dijadikan pelajaran.

"Rangkaian kalimat bersahaja yang begitu bening mengalirkan pesan. Kekuatan cerita dibahas penuh kerendahhatian." (Alberthiene Endah, Penulis).

Komentar

Postingan Populer